Home » , » YLKI: Pulsa Menyandera Masyarakat

YLKI: Pulsa Menyandera Masyarakat

Written By Natla on Jumat, 04 November 2016 | 20.08



Temuan tersebut diperkuat dengan survei AC Nielsen yang mengungkap saat ini masyarakat lebih rela mengurangi belanja harian demi membeli pulsa. Fenomena ini secara otomatis menjadikan pulsa sebagai salah satu komoditas utama bagi masyarakat.

"Layaknya rokok, sekarang pulsa  telah menjadi adiksi. Alokasi pendapatan masyarakat habis untuk membeli pulsa, hal tersebut jelas mengerikan," kata Tulus disela diskusi media di Jakarta.


Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menjabarkan laporan terbaru mengenai tiga komoditas pokok masyarakat Indonesia saat ini yakni beras, rokok, dan pulsa.
Hanya saja, ia mengatakan meski kebutuhan telekomunikasi kian tinggi, hal itu tidak diiringi dengan peningkatan kualitas layanan dari operator.

YLKI mencatat sektor telekomunikasi berada di urutan ketiga dengan 8,06 persen setelah perbankan dan perumahan masing-masing 17,09 persen dan 15,53 persen sebagai tiga besar keluhan konsumen di tahun 2015. Sementara di semester pertama 2016, layanan telekomunikasi menempati urutan keempat komplain terbanyak konsumen dengan 6,8 persen setelah perbankan, perumahan, dan e-commerce.

Meski angka laporan ketidak puasan konsumen terhadap layanan telekomunikasi mulai menurun, Tulus menegaskan permsalahan yang dilaporkan juga mulai beragam tak lagi terpaku pada kualitas layanan yang buruk.

"Pengaduan terbesar konsumen sekarang tentang informasi tarif dan paket operator yang dianggap tidak transparan sebesar 18 persen," ungkapnya.

Ia melanjutkan, laporan klasik mengenai kehilangan pulsa akibat konten premium dan kualitas jaringan yang buruk tetap ada. Porsi laporan keduanya saat ini sebesar 13 persen.

Ketiga keluhan tersebut merupakan hak konsumen yang disebut Tulus kerap dilanggar oleh semua operator telekomunikasi.

Lebih lanjut, Tulus mengatakan angka ketiga topik keluhan di atas akan melonjak drastis misalnya saat momen mudik dan liburan Tahun Baru.

"Keluhan mengenai buruknya kualitas infrastruktur paling banyak saat mudik dan libur panjang. Di momen tersebut kualitas layanan kerap 'hang' akibat tingginya trafik, terutama di tempat berkumpul masyarakat seperti di daerah wisata," ucapnya.

Untuk itu, ia berharap operator melakukan langkah antisipasi dengan meningkatkan kualitas dan memperluas cakupan layanan.

"Operator jangan hanya main (menyediakan layanan) di daerah gemuk, tapi harusnya di daerah lain yang punya kapasitas baik. Yang terjadi sekarang, operator asing hanya mau menyediakan layanan di kota saja dan menolak main daerah pinggiran," katanya lagi.

Lebih jauh ia berharap pemerintah bisa lebih tegas untuk menagih janji operator melakukan pembangunan hingga ke daerah pinggiran dan pulau terluar. Hal itu dilakukan sebagai bentuk komitmen operator ketika menerima lisensi penggunaan frekuensi.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : News Positif | Privacy | About Us
Copyright © 2011. News - Positif - All Rights Reserved
Selamat Datang Di Blog Kami New Positif Published by
News Positif Harun