Home » , » “Surga” Wakatobi Tak Melulu Bahari

“Surga” Wakatobi Tak Melulu Bahari

Written By Natla on Jumat, 04 November 2016 | 20.38



“Wakatobi itu (bak) surga di zamrud khatulistiwa, tak cuma buat mereka (pecinta aktivitas bahari),” ujar Hilda B Alexander, wartawati yang juga gemar berkelana, Senin (31/10/2016).

Hilda pun bercerita, pesona Wakatobi juga datang dari keramahan alam dan warga setempat. Menurut dia, pendapat itu bukan hanya datang dari dirinya.

"Nice place and people around here are friendly," kutip Hilda dari Claudia Mauridfz, peneliti BlueVentures asal Guatemala yang dia temui saat bertandang ke Kaledupa, akhir bulan lalu.


Kaledupa adalah satu pulau yang menjadi bagian penggalan nama Wakatobi. Tak banyak orang tahu, Wakatobi merupakan singkatan dari Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko, empat pulau utama dari kabupaten di Sulawesi Tenggara ini.

Nah, yang juga tak semua orang tahu, Wakatobi punya pula banyak hal menarik selain soal bahari. Sebut saja soami, siapa pernah dengar sajian kuliner tersebut? Atau terbayang suguhan bulu babi di meja makan?

Wakatobi adalah “surga” bagi pecinta bahari. Pantai, lautan jernih, dan terumbu karang yang masih utuh, merupakan suguhan dari kerajaan laut yang teramat lezat bagi para penyelam. Namun, apakah hanya penyelam yang bisa menikmati “surga” ini?
“(Soami) ini kukusan singkong, jadi makanan pokok dan sumber karbohidrat warga. Bulu babi dikukus tanpa bumbu jadi protein hewani. Lalu, ada kosea no-kaudafa atau sayur daun kelor, sambal dabu-dabu, dan kentanidole alias nugget ikan,” cerocos Hilda soal salah satu menu santapannya saat di Wakatobi.

Untuk benar-benar kenal Wakatobi—tak cuma dari sisi bahari—beragam festival sudah ditetapkan pemerintah sebagai agenda rutin. Kekayaan budaya dan kuliner sudah pasti jadi menu dalam festival-festival ini.


Sampai akhir 2016, masih ada Festival Tomia pada 3-6 November 2016 serta Wakatobi Wonderful Festival and Expo (WWFE) pada 1-3 Desember 2016.

“WWFE merupakan puncak semua festival selama setahun,” kata PIC Destinasi Wakatobi dari Kementerian Pariwisata, Arie Prasetyo, Rabu (12/10/2016).

Bagi pegiat sosiologi dan pendidikan, Wakatobi punya pula sejumput cerita soal upaya memastikan anak-anak nelayan mendapatkan pengajaran. Soal ini, pelancong atau peneliti bisa menyambangi Desa Bajo Mola.

Di desa itu, ada Sekolah Maritim, khusus untuk anak-anak nelayan yang putus sekolah. Berbentuk rumah panggung seperti permukiman warga, sekolah ini memiliki karamba sebagai bagian dari pengajaran.

Pada jam istirahat, siswanya diizinkan memancing ikan untuk ditaruh ke dalam karamba tersebut.

“Nantinya, anak-anak yang berprestasi (di kelas) berhak mendapatkan hasil penjualan ikan (yang terkumpul) di karamba itu,” kata Pembina Sekolah Maritim, Samran, seperti dikutip Kompas.com, Sabtu (8/8/2015).

Masih soal belajar, Desa Bajo Mola juga menjadi peluang bagi pelancong belajar ilmu perbintangan dari penduduk lokal, yaitu Suku Bajo. Suku ini sedari dulu dikenal akrab dengan ilmu falak alias astronomi, sebagai bagian dari bekal mereka yang memang tumbuh dan besar di laut.

Mengemas “surga”Sayangnya, pesona Wakatobi memang masih lebih banyak dinikmati para penyelam dan wisatawan “serius”. Maklum, sebelum Oktober 2016 tak banyak akses yang bisa menjadi cara orang datang ke sana.

Baru setelah kepulauan tersebut ditetapkan sebagai destinasi prioritas, beragam program dirancang untuk lebih mengenalkan dunia pada sang surga bawah laut di khatulistiwa ini.

"Kami butuh Rp 1,2 triliun untuk membenahi kawasan ini," kata Bupati Wakatobi, H Arhawi, dalam salah satu perbincangan dengan Hilda.

Setahap demi setahap, infrastruktur dari kabupaten yang belum genap berusia 13 tahun ini ditata ulang. Bandara Matahora, misalnya, bersolek menyambut datangnya penerbangan reguler.

Kabar baik datang dari Arie. Maskapai Wings Air, kata dia, sudah memastikan jadwal penerbangan reguler ke sini.

“(Rute) Makassar-Wakatobi, direct flight, tujuh kali seminggu setiap hari mulai akhir Oktober 2016," sebut Arie.

Garuda Indonesia, lanjut Arie, sudah berencana pula membuka rute Denpasar-Wakatobi. “(Rencananya) dimulai pada akhir 2016,” sebut dia.
Akses dan infrastruktur jadi fokus awal pembenahan Wakatobi karena beragam hal. Dari sisi pesona bahari, di kawasan perairan ini terdapat setidaknya 750 dari 850 jenis terumbu karang yang ada di dunia.

Sampai-sampai, Pulau Hoga yang ada di antara pulau-pulau utama Wakatobi sudah menjadi basis penelitian Proyek Wallacea. Di sini para peneliti dunia kerap berkumpul meneliti kekayaan terumbu karang dunia yang dipantau melalui pencitraan satelit.

Tak kurang dari oseanografer dan penemu alat selam self-contained underwater breathing apparatus (scuba), Jacques-Yves Cousteau, mengakui Wakatobi adalah surga.



Buat pariwisata, penetapan Wakatobi menjadi destinasi prioritas pun punya target besar. Pada 2016, kunjungan wisatawan diharapkan menembus angka 25.000 orang, naik 8.000 kunjungan dibandingkan pada 2015.

Kunjungan wisatawan mancanegara diharapkan terus meningkat pula. Merujuk data Badan Pusat Statistik, pada 2011 tercatat 2.274 wisatawan mancanegara menikmati “surga” Wakatobi. Angka itu melejit lebih dari dua kali lipat pada 2015, yaitu menjadi 6.626 orang.

Tantangan tentu saja tak selesai di masalah akses dan infrastruktur. Meski sudah dikenal sebagai “surga bahari”, kawasan ini juga masih kekurangan para master selam berlisensi. Bahkan, belum ada satu pun master selam berlisensi cave diving di sini, sementara potensi wisata gua bawah laut juga membentang.

Jangan lupa, bicara pariwisata tak melulu mengurusi orang-orang yang butuh leha-leha. Saat ini, pariwisata merupakan penjuru untuk menjaga perekonomian nasional melaju, seperti paparan Menteri Pariwisata Arief Yahya dalam beragam kesempatan.
Facebook Indonesia.Travel/Wonderful Indonesia Pemandangan bawah laut Wakatobi

Lagi-lagi, tak cukup bila hanya Pemerintah yang berupaya mengenalkan potensi pariwisata. Cara Hilda bercerita dan memajang gambar-gambar selama berkelana, bisa jadi contoh partisipasi orang biasa ikut mendorong pariwisata Indonesia.

Bagi Anda yang juga punya hobi serupa Hilda, bagikan saja cerita-cerita perjalanan ke destinasi nusantara lewat beragam cara, termasuk melalui media sosial. Biar lebih mengena, pasang saja tanda pagar (tagar) atau hashtag #ceritadestinasi di setiap unggahan cerita Anda.

Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

 
Support : News Positif | Privacy | About Us
Copyright © 2011. News - Positif - All Rights Reserved
Selamat Datang Di Blog Kami New Positif Published by
News Positif Harun